128 Perangai jahiliyah

#128 perangai jahiliyah#
Ust. Badrusalam LC

1. Mereka beribadah dengan cara menjadi orang-orang shalih sebagai sekutu dalam berdo’a kepada Allah karena mengharapkan syafa’at mereka di sisi Allah. Mereka menyangka bahwa Allah mencintai perbuatan itu dan bahwa orang-orang shalih yang mati juga menyukai perbuatan itu.

Allah berfirman:
وَيَعْبُدُونَ مِن دُونِ اللَّهِ مَا لَا يَضُرُّهُمْ وَلَا يَنفَعُهُمْ وَيَقُولُونَ هَٰؤُلَاءِ شُفَعَاؤُنَا عِندَ اللَّهِ ۚ
“Mereka menyembah selain Allah apa-apa yang tidak dapat memberikan manfaat tidak pula mudlarat. Mereka berkata, “Mereka-mereka (yang disembah itu) adalah pemberi syafa’at kepada kami di sisi Allah.” (Yunus:18).

Allah juga berfirman:
وَالَّذِينَ اتَّخَذُوا مِن دُونِهِ أَوْلِيَاءَ مَا نَعْبُدُهُمْ إِلَّا لِيُقَرِّبُونَا إِلَى اللَّهِ زُلْفَىٰ
“Dan orang-orang yang menjadikan tandingan-tandingan selain Allah berkata, “Kami tidak menyembah mereka kecuali agar mereka mendekatkan diri kami kepada Allah sedekat dekatnya.” (Az Zumar: 3).

Syarah:
Kaum musyrikin apabila ditanya siapa yang menciptakan langit dan bumi? Mereka menjawab, “Allah.”
“Lalu mengapa kalian menyembah latta (ia adalah orang shalih yang telah meninggal)?”

Mereka menjawab, “Kami tidak menyembah mereka kecuali agar mereka mendekatkan diri kami kepada Allah sedekat dekatnya.”

Itulah perbuatan yang Allah ingkari dari kaum musyrikin, mereka meminta syafa’at kepada orang shalih padahal syafa’at itu hanyalah milik Allah saja.
Syafa’at hanya diberikan setelah mendapatkan idzin dan keridlaan Allah Ta’la.

Sedangkan Allah tidak ridla bila orang-orang shalih yang telah mati itu dijadikan perantara dalam berdo’a kepadaNya.

#128 perangai jahiliyah#
Ust. Badrusalam LC

2. Berpecah belah dalam agama. (Bag. 1)

Allah Ta’ala berfirman:
وَلَا تَكُونُوا مِنَ الْمُشْرِكِينَ مِنَ الَّذِينَ فَرَّقُوا دِينَهُمْ وَكَانُوا شِيَعًا ۖ كُلُّ حِزْبٍ بِمَا لَدَيْهِمْ فَرِحُونَ

“Janganlah kalian seperti kaum musyrikin, yaitu yang memecah belah agama mereka dan mereka menjadi bergolong-golong, dan setiap golongan berbangga dengan apa yang ada pada mereka.” (Ar Ruum: 31-32).

Demikian pula berpecah dalam dunia. Kaum jahiliyah memandangnya sebagai sesuatu yang benar.

Allah menyuruh bersatu dalam agama:
“Agar kalian menegakkan agama dan jangan berpecah belah dalamnya.” (Asy syura: 13).

Syarah.
Perpecahan merupakan salah satu perangai jahiliyah, terutama perpecahan dalam agama. Dalam surat Al An’am: 153 Allah menjelaskan bahwa hakikat perpecahan adalah berpecah dari jalan yang lurus, firmanNya:

“Inilah jalanKu yang lurus ikutilah, dan jangan mengikuti jalan-jalan lainnya, niscaya jalan-jalan tsb memecahbelah kalian dari jalanNya.”

Ibnu Mas’ud berkata, “Al Jama’ah adalah al haq walaupun kamu seorang diri.”
Larangan perpecahan juga mencakup perpecahan dalam masalah dunia, bahkan perpecahan badan pun berasal dari setan.

Dalam suatu perjalanan Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam pernah melihat para shahabat beristirahat dengan berpencar di bukit dan lembah. Beliau bersabda, “Sesungguhnya berpencarnya kalian di bukit bukit dan lembah adalah dari setan.” HR Muslim.

Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Luruskan shaff dan jangan berselisih niscaya hati kalian berselisih.”

Bersambung..

#128 perangai jahiliyah#
Ust. Badrusalam LC

2. 2. Berpecah belah dalam agama. (Bag. 2)

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam mengabarkan bahwa syetan telah merasa putus asa untuk disembah oleh orang-orang yang sholat, namun syetan berusaha menumbuhkan bibit-bibit permusuhan dan kebencian diantara mereka. HR Muslim.
Untuk memecah belah kaum muslimin, setan melakukan berbagai cara, diantaranya:

1. Menghiasi bid’ah.
Bid’ah adalah sebab utama munculnya perpecahan. Setelah munculnya firqah Khawarij, syi’ah, murji’ah, qodariyah, tasawuf dan firqah-firqah lain, kaum muslimin menjadi berpecah belah dari jalan yang lurus. Para ulama salaf amat gigih menjelaskan kesesatan mereka dalam kitab-kitab mereka, agar kita tidak ikut terjerembab dalam lumpur kebid’ahan.

2. Menebar maksiat.
Imam At Tirmidzi meriwayatkan hadits: “Tidaklah dua orang yang tadinya saling berkasih sayang, kemudian keduanya berpisah kecuali akibat dosa yang dilakukan oleh salah seorang dari mereka.”

3. Fanatik golongan.
Tidak mau menerima kebenaran yang berasal dari selain golongannya membuat kaum muslim semakin tercabik-cabik.

4. Berburuk sangka.
Berburuk sangka biasanya karena kurangnya komunikasi dan tidak ada tabayyun, sehingga setan menebar angin busuk di hati-hati mereka.

5. Dan lain-lain.

#128 perangai jahiliyah#
Ust. Badrusalam LC

3. Mereka menganggap bahwa mentaati ulil amri adalah sebuah kehinaan.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menyelisihi kaum jahiliyah dengan cara memerintahkan umatnya agar taat kepada ulil amri dalam perkara yang ma’ruf. Bahkan beliau mengabarkan akan munculnya pemimpin yang berhati setan dalam badan manusia karena saking jahatnya. HR Muslim.

Ketika beliau ditanya, “Apa yang harus kami lakukan?” Beliau menjawab, “Tetap mendengar dan taat walaupun harta kita diambil dan badan kita dipukul.”

Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam juga mengabarkan bahwa agama adalah nasehat yaitu untuk Allah, RasulNya, kitabNya, ulil amri dan kaum muslimin secara umum. HR Muslim.

Makna nasehat kepada ulil amri adalah:
1. Mentaatinya dalam perkara yang ma’ruf.

2. Bersabar dari kezalimannya.

3. Mendo’akan kebaikan untuknya.

4. Meluruskan kesalahannya dengan cara yang ma’ruf.

Dalam hadits: “Siapa yang ingin menasehati ulil amri janganlah dengan cara terang-terangan, ambillah tangannya dan nasehatilah secara rahasia. Bila ia menerima (maka itu kebaikan) dan bila ia tidak menerima, maka ia telah melaksanakan tugasnya.”

HR Ahmad dll dan jalan-jalannya saling menguatkan satu sama lainnya sehingga menjadi hasan.

5. Tidak mencaci maki mereka dan membuka aib mereka di hadapan halayak.

Anas bin Malik radliyallahu ‘anhu berkata, “Para pembesar shahabat melarang kami; jangan mencaci para pemimpin, jangan berbuat curang kepada mereka, dan jangan membuat mereka marah. Bertaqwalah kepada Allah dan bersabarlah, karena urusan ini dekat.”
HR Ibnu Abi Ashim dalam kitab Assunnah.

#128 perangai jahiliyah#
Ust. Badrusalam LC

4. Taqlid buta.

Taqlid adalah mengikuti orang lain dengan tanpa mengetahui dalilnya. Ini adalah patokan kaum jahiliyah di masa dahulu. Allah Ta’ala berfirman:

وَإِذَا قِيلَ لَهُمُ اتَّبِعُوا مَا أَنزَلَ اللَّهُ قَالُوا بَلْ نَتَّبِعُ مَا وَجَدْنَا عَلَيْهِ آبَاءَنَا ۚ أَوَلَوْ كَانَ الشَّيْطَانُ يَدْعُوهُمْ إِلَىٰ عَذَابِ السَّعِيرِ
“Dan apabila dikatakan kepada mereka, “Ikutilah apa yang Allah turunkan!” Mereka berkata, “Kami lebih mengikuti apa yang kami dapatkan dari bapak-bapak kami.” Apakah walaupun syetan mengajak mereka kepada Neraka (mereka tetap ikuti juga)?” (Luqman: 21).

Taqlid bukanlah ilmu karena ia tidak berdasarkan dalil dan bukti yang ilmiyah, namun sebatas ikut ikutan saja.

Taqlid diharamkan ketika telah jelas kepada seseorang kebenaran, namun ia tidak mau mengikutinya karena lebih mengikuti pemuka, atau ulama atau pemimpin dan nenek moyang.

#128 perangai jahiliyah#
Ust. Badrusalam LC

5. Tertipu dengan jumlah terbanyak.

Mereka berhujjah bahwa kebenaran adalah yang dipegang oleh jumlah mayoritas. Dan kebatilan adalah yang dipegang oleh jumlah minoritas.

Allah Ta’ala membantah keyakinan itu dalam firmanNya:
وَإِن تُطِعْ أَكْثَرَ مَن فِي الْأَرْضِ يُضِلُّوكَ عَن سَبِيلِ اللَّهِ

“Dan Jika kamu mentaati kebanyakan orang yang ada di muka bumi ini niscaya mereka akan menyesatkanmu dari jalan Allah.” (Al An’am: 116).

Ini menunjukkan bahwa jumlah mayoritas bukan tanda kebenaran, karena di dunia ini jumlah orang tidak beriman lebih banyak dari yang beriman.

Kebenaran adalah yang sesuai dengan apa yang dipegang oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dan para shahabatnya, walaupun jumlahnya minoritas.

Abdullah bin Mas’ud radliyallahu ‘anhu berkata, “Al Jama’ah adalah kebenaran walaupun engkau seorang diri.”

#128 perangai jahiliyah#
Ust. Badrusalam LC

6. Berhujjah dengan nenek moyang.

Allah Ta’ala berfirman:
ما سمعنا بهذا في ءابائنا الأولين
“Kami tidak pernah mendengar (ajaranmu) ini pada bapak bapak kami terdahulu.” (Al Mukminun: 24).
Ayat ini adalah hikayat tentang perkataan kaum Nabi Nuh yang menolak dakwah beliau dengan alasan yang lemah ini.
Dahulu Fir’aunpun menggunakan hujjah ini untuk menolak dakwah Nabi Musa.
فما بال القرون الأولى
“Lalu bagaimana dengan generasi terdahulu.” (Thaha: 51).
Padahal generasi terdahulu fir’aun adalah kaum musyrikin yang bodoh tentang kebenaran.
Seperti halnya di zaman ini, ketika kita menyampaikan sunnah, mereka berkata, “Bapak-bapak kita terdahulu saja tidak mengenal ini.” Dan sebagainya. Mereka jadikan hal itu sebagai alasan untuk menolak kebenaran.
Lain halnya jika kita berhujjah dengan ulama salaf terdahulu untuk mengingkari suatu bid’ah. Ini berbeda, karena para ulama terdahulu jauh lebih ‘alim lebih faham tentang agama. Sedangkan nenek moyang bukan alasan untuk menolak kebenaran.

#128 perangai jahiliyah ke 7#
Ust. Badrusalam LC

7. Menilai kebenaran karena pengikutnya adalah orang-orang kaya, bangsawan, para ilmuwan dan orang-orang yang berkedudukan. Adapun bila pengikutnya rakyat jelata dan orang-orang lemah, ia anggap sesuatu yang batil.

Ini adalah parameter kaum jahiliyah yang tertipu dengan kedudukan dan pangkat. Dahulu para Nabi diikuti oleh orang-orang yang lemah.

Dalam Shahih Bukhari disebutkan kisah perbincangan raja Heraklius dengan Abu Sufyan yang masih kafir.
Diantara pertanyaan Heraklius tentang Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam adalah, “Apakah pengikutnya dari kalangan rendahan atau para bangsawan?”
Abu Sufyan menjawab, “Justru kebanyakan dari kaum yang lemah.”

Padahal dahulu kaum ‘Aad dan Tsamud adalah kaum yang kuat dan berkedudukan. Namun Allah menghancurkan mereka akibat kekafiran mereka.

Di zaman ini, masih banyak orang yang yang mempunyai parameter seperti ini. Bila yang berbicara orang tidak punya titel ia acuhkan, walaupun yang diucapkan adalah kebenaran. Tapi bila yang mengucapkannya adalah orang yang bertitel apakah itu profesor atau doktor atau pejabat tinggi, maka ia anggap sebagai sebuah kebenaran.

Padahal kebenaran tidak terletak pada titel atau kedudukan. Kebenaran adalah yang berasal dari Allah dan Rasul-Nya. Yang dapat mengikuti dakwah para Nabi hanyalah orang-orang yang menundukkan dirinya di hadapan Rabbnya dan membuang semua kesombongan dan keangkuhannya.

Adapun orang yang tertipu oleh kecerdasan, kekayaan dan kedudukan, amat sulit untuk tunduk dan taslim kepada Rabbnya. Masih menimbang-nimbang dengan akalnya, kekayaan dan kedudukan yang ia banggakan.

Maka sungguh mengagumkan orang yang tidak tertipu oleh semua itu, lalu ia tunduk dan mengakui kelemahannya di hadapan sang pencipta. Ia mengakui dirinya seorang hamba, kalaulah bukan karena Allah yang memberinya nikmat tentu ia akan binasa.

Leave a comment